You must have JavaScript enabled in order to use this theme. Please enable JavaScript and then reload this page in order to continue.
Loading...
Logo Kalurahan Janten
Kalurahan Janten

Kap. Temon, Kab. Kulon Progo, Provinsi Di Yogyakarta

Selamat datang di website resmi Pemerintah Kalurahan Janten Kapanewon Temon Kabupaten Kulon Progo DIY 5564 Telp/WA 0853 0274 0029

Sejarah Desa

Kepala Desa TTD 06 Maret 2019 Dibaca 2.827 Kali
  • Sejarah Desa

Setiap Desa atau daaerah pasti memiliki sejarah dan latar belakang sendiri-sendiri yang merupakan pencerminan dari karakter dan ciri khas tertentu dari suatu daerah. Sejarah Desa atau daerah seringkali tertuang dalam dongeng-dongeng yang diwariskan secara turun temurun dari mulut ke mulut sehangga sulit dibuktikan secara fakta. Dan tidak jarang dongeng tersebut dihubungkan dengan mitos tempat-tempat tertentu yang dianggap sakral atau keramat. Dalam hal ini desa Janten juga memiliki hal tersebut yang merupakan identitas dari  Desa ini yang akan kami tuangkan dalam beberpa kisah dibawah ini.

  1. ASAL USUL/LEGENDA DESA

Dari berbagai sumber yang berhasil  kami telusuri dan kami gali, asal- usul Desa Janten mempunyaii banyak versi cerita yang cukup variatif. Hal tersebut disebabkan oleh banyaknya tempat yang dikeramatkan yang kemudian dipercaya dan dijadikan pedoman sebagai tempat orang pertama yang datang atau membuka Desa. Berdasarkan uraian diatas akhirnya kami menghaturkaan 2 legenda yang ada di Desa Janten yang diangkat dari cerita masyarakat yang berkembang di Desa Janten. Dua legenda tersebut berasal dari Dusun Janten dan Dusun Ngongkek / Tegalrejo, karena secara umum masyarakat meyakini bahwa cerita tersebut mewakili asal usul Desa Janten yang konon sebelumnya adalah hutan.

A.1   legenda kt. Singo Lodra Dusun Ngongkek  ( Tegalrejo )

Konon ada salah seorang bernama Singo Wiyono,ia termasuk orang yang hidupnya susah. Mbah Demang sebagai pemimpin wilayah tempat Singo Wiyono tinggal merasa kasihan sekali kepadanya, kebetulan juga antara keduanya juga masih ada tali persaudaraan. Sehingga pada suatu saat ia disuruh oleh Mbah Demang untuk mendampinginya menghantarkan beberapa buah kelapa sebagai glondong pengarem-arem 1) (upeti) untuk raja yang ada di Jogjakarta, juga dengan maksud dihadapkan kepada raja dengan harapan akan diberi pekerjaan.

Bagai mendapatkan angin segar Singo Wiyono pun menyatakan kesanggupannya untuk melaksanakan perintah Mbah Demang tersebut. Dengan senang hati dan gembira diapun membawa kelapa-kelapa tersebut dengan menggunakan ongkek 2) menyertai perjalanan Mbah Demang dengan berjalan kaki menuju Jogjakarta.

 

Namun baru sampai Jombokan, Singo Wiyono sudah merasa capek, tidak tahan dengan beban berat kelapa-kelapa yang dibawanya tersebut, padahal perjalanan masih sangat jauh. Sehingga ia putuskan untuk meninggalkan kelapa-kelapa tersebut dan melarikan diri dari Mbah Demang.

Akhirnya Singo Wiyono sampai juga di Jogjakarta, ia kemudian ikut / ngéngér 3) pada orang kaya yaitu seorang Penewu 4) dikraton Jogjakarta. Sayangya Penewu tersebut sering sakit-sakitan. Pada suatu hari Penewu tersebut tidak dapat sowan 5) sang raja, sehingga Singo Wiyono disuruh mewakili. Sesampainya dikraton kebetulan pada waktu itu sedang nuras blumbang  6) yang ikannya banyak sekali, tetapi sudah beberapa orang tidak dapat menangkap ikan-ikan tersebut, kemudian raja menyuruh Singo Wiyono untuk ikut menangkap ikan-ikan tersebut. Ternyata Singo Wiyono sangat mahir sekali menangkapnya. Setelah peristiwa tersebut raja memberi hadiah dan mengganti nama Singo Wiyono menjadi Singo Ludro; yang berarti seseorang yang pandai menangkap binatang dalam air. ( Singo = binatang yang cerdik dan pandai menangkap mangsanya , Ludro = air ).

Singkat cerita, karena keterampilan dan ketekunannya, maka kemudian Singo Ludro ini diangkat menjadi Bupati untuk wilayah  Adi karto (sekarang Kulon Progo) yang waktu itu beribu kota di Nanggulan. Ia pun suatu saat berkunjung ke kampung halamannya dulu. Sehingga ia teringat masa lalunya ketika ia disuruh Mbah Demang untuk membawa kelapa memakai ongkek. Maka kampung halamannya tersebut ia beri nama kampung / pedukuhan “Ngongkek”. Pedukuhan Ngongkek pada mulanya tanahnya berupa tegalan yang gersang sekali.

Setelah waktu berjalan dan jaman sudah berganti, serta sistem pemerintahan sudah diperbaiki pula, sekitar tahun 70-an Pemerintahan Desa Janten dipegang oleh Bapak Lurah S. Kromo Pawiro, banyak masyarakat yang telah beretos kerja keras serta semangat belajar tinggi sehingga menjadi ahli dan menguasai bidang pertanian, maka pedukuhan Ngongkek berangsur-angsur menjadi pedukuhan yang tanahnya subur, hasil buminya membaik, seperti banyak pohon kelapa yang masih pendek, tetapi buahnya sudah lebat. Pada suatu saat ada mantri klangsir 7) akan mengukur tanah sangat terkejut dengan perubahan kesuburan tanah diwilayah Ngongkek tersebut. Kebetulan tanah yang akan diukur tersebut berdekatan dengan perbatasan Desa Kebonrejo, sehingga wilayah yang akan diukur tersebur diberi tetenger 8) “Tegalrejo” yang berarti tanah tegalan (tegal) yang subur (rejo).

Kemudian setelah bermusyawarah, masyarakat setempat sepakat bahwa pedukuhan Ngongkek digabung dan dirubah namanya menjadi pedukuhan Tegalrejo. [P]

 

A.2  Legenda Sapodo Desa Janten

        Berdasar ceritera para leluhur pada abad ke 16 Masehi kerajaan Demak ( R. Patah ) mendirikan / menyebarkan agama Islam dengan syarat-syarat sebagai berikut :

  • Tidak teralu banyak upacara-upacara adat.
  • Tidak ada sistem kasta.
  • Apabila dapat membaca kalimat syahadat, seseorang sudah dianggap masuk Islam.
  • Penyebaran agama Islam dilakukan secara damai, sesuai dengan keadaan sosial dan budaya yang ada.

Dengan demikian maka Islam dapat berkembang dengan cepat, banyak orang / masyarakat yang memeluknya, dan sudah barang tentu hal ini membuat murka raja Majapahit yaitu sang Prabu Browijoyo V  karena  merasa agama Hindu yang dipeluknya selama ini tersaingi dan tidak setuju dengan adanya perkembangan agama Islam diwilayah Majapahit. Kemudian terjadilah perselisihan/peperangan antara kerajaan Majapahit dengan kerajaan Demak, untuk mempertahankan agama masing-masing.

        Pada waktu itu banyak prajurit  / tentara Majapahit yang bubar, diantaranya adalah dua orang kakak beradik yaitu Sopodo dan Suropodo, mereka melarikan diri untuk mencari tempat perlindungan yang aman. Sebelumnya mereka sudah sepakat untuk bertemu dengan terlebih dulu menentukan tempat, hari, tanggal, serta waktu (jam) untuk bertemu ( kencan / kangsenan ), kemudian berencana untuk bersama melanjutkan pelariannya menuju ke barat.

        Singkat cerita, tibalah mereka pada saat yang telah mereka sepakati tersebut. Sapodo telah sampai pada tempat yang ditentukan tersebut lebih dulu, Sapodo menunggu adiknya sampai jenuh, sudah lama melebihi waktu yang telah mereka sepakati, namun adiknya belum datang juga.

        Pada akhirnya, tempat untuk menunggu ( ngenteni ) tersebut oleh Sapodo diberi nama dusun Janten, dan ternyata Suropodo adiknya  tersebut telah juga menunggu disuatu tempat yang kemudian oleh mereka diberi nama Tanggalan, sedang ternyata tempat mereka kangsenan / kencan yang sebenarnya adalah disebelah barat “tanggalan” tersebut yang kemudian diberi nama Mlangsen.

        Dari cerita tersebut diatas maka tempat untuk menunggu ( ngenteni ) yang dijadikan sebagai sebutan nama dusun Janten, sekaligus juga sebagai sebutan nama Desa Janten.

Konon cerita  orang pada jaman dulu ada mitos bahwa bagi orang Janten tidak diperkenankan besanan ( berjodoh ) dengan orang Tanggalan karena dianggap masih ada hubungan saudara / tabu.[P]

  1. Legenda tokoh masyarakat yang berjasa untuk Desa.

 

Setiap tempat selalu memiliki beberapa tokoh yang banyak berperan dalam perkembangan pembangunan serta kelangsungan proses pemerintahan. Jika digali lebih detail ada banyak tokoh yang memiliki jasa untuk desa Janten, namun karena keterbatasan sumber informasi kami hanya mampu memperoleh data Demang dan Lurah yang telah mengabdi di Desa Janten, meskipun selain Demang dan Lurah tidak menutup kemungkinan banyak tokoh lain yang telah ikut memberikan kontribusi yang besar untuk Desa Janten. Berdasarkan data yang kami peroleh, berikut beberapa nama Demang, Lurah dan Kepala Desa yang telah mengabdi di Desa Janten ;

  1. Demang Padmo Kartiko.
  2. Demang Padmo Rejo ( s.d. Th 1913 )
  3. Lurah R. Sastro Sudjono ( Th. 1913 – 1947 )
  4. Lurah S. Kromo Pawiro ( Th. 1947 – 1990 )
  5. Kades Muchdi ( Th. 1990 – 1999 )
  6. Fahrudin ( Th. 2000 – Sekarang )

"Saya pernah mendengar kisah Demang Proyudho (pasukan p Diponegoro) belio pernah tinggal di janten. Dan kisahnya belio syahid di desa Karangsari/Purwodadi Purworejo dimakamkan di pinggir sungai Bogowonto
Nasihin 03 Februari 2022
Beri Komentar
Komentar baru terbit setelah disetujui oleh admin
CAPTCHA Image